Kau janjikan langit, tapi biarkan aku tenggelam dalam hujan.
Kau bisikkan keabadian, namun pergi tanpa jejak keberanian.
Aku menanam harapan di dadamu,
tapi kau cabut akarnya dengan tangan yang sama.
Aku pernah menjadi rumah dalam matamu,
kini hanya reruntuhan yang tak kau tengok lagi.
Bagaimana bisa kau ukir namaku di hatimu,
jika kau sudah siapkan pisau di belakangmu?
Dulu, kata-katamu adalah pelukan,
kini menjadi duri yang menusuk diam-diam.
Dulu, kau berkata kita selamanya,
tapi kau adalah musim yang pergi sebelum sempat aku menghangat.
Aku bukan marah, aku bukan benci,
aku hanya kosong, kehilangan cahaya diri.
Mengapa pengkhianatan selalu datang dari yang paling kucintai?
Mengapa luka terdalam selalu dibuat oleh tangan yang dulu kuberi genggaman?
Aku tidak akan meminta kau kembali,
tidak ada yang ingin pulang ke rumah yang telah terbakar.
Tapi izinkan aku meratap sebentar,
karena setelah ini, aku akan bangkit, tanpa kau dalam cerita.