Yang Tak Bisa Kutinggalkan

Bukan karena kau rupawan,

bukan karena gelar yang kau kenakan,
bukan karena hartamu,
atau dunia yang mengelilingimu.

Tapi karena caramu menatapku,
seperti aku satu-satunya bintang
di langit yang kau doakan setiap malam.

Karena caramu membuat aku merasa
dikenali,
dimengerti,
dan tak perlu menjadi siapa-siapa.

Kini, aku telah menutup pintu,
tapi mengapa bayangmu masih berani masuk dari jendela?
Aku hapus namamu dari pesan,
tapi semesta masih saja berbisik tentangmu
di sela malam yang sepi.

Kau sudah menggenggam tangan lain,
sementara aku masih sibuk
menggenggam kenangan.
Lalu kau datang lagi,
dengan nada yang sama—
seolah tak ada luka, seolah tak ada jeda.

Dan aku mulai bertanya:
apakah aku hanya persinggahan
saat hatimu kehabisan tempat pulang?
Atau dia, yang kini di sisimu,
hanya pelabuhan darurat
saat jiwamu belum benar-benar pergi dariku?

Entahlah.
Yang kutahu,
meski aku menolak untuk mengingatmu,
namamu tetap hidup
di tempat yang tak bisa kuatur:
di dadaku yang masih merindumu
diam-diam.