Kau adalah fajar pertama yang menyentuh jiwaku,
hangatnya mengalir dalam nadiku yang lama membeku.
Di antara debur waktu yang berlarian,
kau hadir, seperti bisikan senja yang menenangkan.
Aku mengenal cinta dari caramu mendekap,
seperti angin lembut yang membalut ranting rapuh,
atau hujan pertama setelah kemarau panjang,
membasahi gersang hatiku yang tak pernah tahu cara mencintai.
Aroma tubuhmu—seperti tanah setelah hujan,
memabukkan dengan cara yang tak bisa dijelaskan.
Di bahumu, aku menemukan rumah,
tempat di mana lelahku larut dalam sunyi yang menenangkan.
Kau adalah malam tanpa gelisah,
tempat aku menyerahkan seluruh rindu tanpa takut tersesat.
Dan dalam dekapmu, aku hanyut,
bukan karena lemah, tapi karena akhirnya aku tahu,
di sinilah aku ingin menetap.