Jika dulu aku tak melepaskan genggammu,
mungkin kita tak akan sejauh ini.
Mungkin—
kamu tak hanya tinggal dalam doa
yang kupeluk diam-diam sebelum tidur.
Mungkin,
kita masih duduk berdampingan
menertawakan hal remeh yang dulu terasa cukup
untuk membuat dunia kita hangat.
Dan mungkin saja,
di antara hujan-hujan yang kini kupikul sendiri,
kamu bisa menjadi payungku yang baru—
yang tak hanya melindungi tubuh,
tapi juga hatiku yang nyaris kuyup oleh kenangan.
Tapi waktu berlalu,
dan aku memilih diam,
karena dulu aku pikir menyerah adalah satu-satunya jalan
agar kita tak saling menyakiti lebih dalam.
Nyatanya,
aku justru merindukan luka itu,
karena di balik perihnya,
ada kamu—
dan kita yang pernah hampir jadi.